Siman, Kesalahan yang Terulang
HANYA
keledai bodoh yang jatuh di lubang yang sama. Demikian kata pepatah. Ya, dunia
olahraga Bali kembali berduka atas kesalahan yang terulang. Perenang nasional
kelahiran Bali, Gede Siman Sudartawa kini sudah resmi milik Riau. Kenyataan itu
mungkin tak sedahsyat empat tahun lalu. Ketika jelang PON XVIII/2008 di Kaltim
ada tiga kasus besar soal mutasi atlet Bali. Mulai Ayu Fani Damayanti (tenis
lapangan), Bambang Saputra (biliar) maupun
Lydia Ivana Jaya (golf). Namun, tetap saja, kepergian Siman adalah
pukulan telak. Terutama bagi KONI Bali dan seluruh insan olahraga Provinsi ini.
Saya memahami. Ada kompleksitas dalam kasus Siman.
Pada satu sisi, KONI Bali ingin menegakkan aturan mutasi atlet. Di sisi lain,
KONI Bali sedang berjuang di atas awan! Ya KONI Bali sedang bertarung
sesungguhnya dengan Riau, sang host PON XVIII/2012. Kebetulan yang diambil Riau
adalah Siman. Dan kebetulan pula Riau pesaing berat Bali pada PON Kaltim 2008
lalu.
Pada perolehan medali akhir PON Kaltim, Bali berada
di posisi ke-9, dengan 16 emas, 18 perak dan 26 perunggu. Sedangkan Riau tepat
satu strip di bawahnya (posisi ke- 10) dengan 16 emas, 14 perak dan 23
perunggu. Ya, Bali hanya unggul 4 perak
dan 3 perunggu atas Riau!
So, bisa dibayangkan apa jadinya jika kemudian Riau
dibela Siman di PON nanti. Pemuda kelahiran Klungkung 8 September 1994 itu
adalah anak emas renang nasional saat ini. Pada SEA Games 2011 lalu, perenang
spesialis gaya punggung itu meraih total 4 emas, dengan tiga rekor baru SEA Games.
Satu hal yang pasti, Riau akan melesat jauh dari posisinya pada PON Kaltim
lalu. Celakanya, jika itu terjadi, maka target mempertahankan posisi 9 besar
kontingen Bali di PON mendatang bisa berantakan.
Meratapi kepergian Siman mungkin agak cengeng. Tapi,
saya yakin ini tak kan terjadi jika KONI Bali sigap sejak awal. Saya tahu,
pengurus KONI Bali terdiri dari pembina-pembina olahraga terbaik di Pulau
Dewata ini. Dan mereka yang berkecimpung di dunia renang Bali tahu siapa Siman
sejak di usia dini. Terutama pengurus PRSI Bali maupun di Perkumpulan. Mereka
tahu, berapa catatan waktu Siman. Apa saja prestasinya sejak di kejuaraan antar
kelompok umur. Berapa medali emas yang direbut Siman di Porsenijar dan
seterusnya.
Jadi, jika potensi besar Siman itu akhirnya
dinikmati daerah lain, kerugian besar pastilah ada di Bali? Hanya
pertanyaannya, apakah KONI dan PRSI Bali sudah merasa membina Siman? Apakah
Siman bisa se-sukses sekarang jika tetap di bawah pembinaan KONI atau PRSI
Bali? Sayang, waktu tak bisa diulang.
Kali ini, saya ingin kembali menyemangati jajaran
pengurus KONI Bali dari kasus Siman ini. Cukup lah sengketa Siman ini yang
menjadi yang terakhir. Sangat disayangkan, energi untuk persiapan PON Riau
terbagi untuk kasus Siman. Jangan sampai KONI Bali, terutama para pengurus
olahraga Provinsi ini lengah lagi. Jangan lagi menyia-nyiakan potensi besar
bibit-bibit olahragawan Bali. Karena, hanya keledai yang jatuh di lubang yang
sama! (*)
Denpasar, 28 Maret 2012..
Komentar